Safawi/Safawiyah (Safavid) pada mulanya merupakan organisasi
tarekat yang rutin mengadakan majelis-majelis keagamaan. Ketua tarekat Safawi
yang pertama kali memimpin sekaligus merupakan pendiri organisasi ini adalah Syech Safuyudin Ishaq (1252-1334) seorang guru agama yang lahir dari sebuah
keluarga Kurdi di Iran Utara. Beliau merupakan murid seorang imam Sufi yaitu Syech Zahed Gilani
(1216–1301), dari Lahijan.
Organisasi Safawi didirikan di Ardabil,
sebuah kota di Azerbaijan namun kemudian berubah menjadi gerakan keagamaan
yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Organisasi ini berkembang dan membentuk
cabang-cabang di daerah-daerah lain di luar Ardabil dimana untuk cabang-cabang
tersebut Syech Safuyudin Ishaq menunjuk ketua-ketua cabang yang diberi gelar
khalifah untuk memimpin murid-murid/anggota-anggota di daerahnya masing-masing.
Murid-murid/anggota-anggota tarekat Safawi merupakan
orang-orang yang fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab
selain Syiah. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat
menjadikan mazhab Syi’ah sebagai mazhab resmi negara. Karena itu, lama kelamaan organisasi Safawiyah berkembang dari sekadar
organisasi tarekat menjadi organisasi/partai politik pada masa kepemimpinan Syah
Junaid dan memiliki divisi militer/laskar (angkatan bersenjata) sebagai alat
untuk memperoleh kekuasaan dan memperluas kekuasaan.
Pada masa kepemimpinan Syah Ismail, organisasi Safawiyah memiliki organisasi
tentara yang diberi nama Qizilbash (baret merah).
Safawiyah pada mulanya merupakan organisasi tarekat lalu berkembang menjadi
gerakan/partai politik sambil tetap rutin mengadakan majelis-majelis keagamaan,
kemudian menjadi penguasa/pemerintah setelah tentara Qizilbash milik organisasi
Safawiyah yang dipimpin oleh Syah Ismail berhasil menduduki kota Tabriz. Selanjutnya
Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja (dikenal sebagai Ismail I)
sekaligus menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai sang Imam tersembunyi (sesuai
dengan keyakinan Syiah), sebagai reinkarnasi dari Ali bin Abi Thalib (yang
diklaim sebagai Imam pertama Syiah), dan sebagai simbol wujud ketuhanan. Ismail
juga mengklaim sebagai keturunan dari Imam ketujuh Syiah.
Syah Ismail memberlakukan mazhab Syiah sebagai madzhab resmi negara. Untuk menerapkan
keinginannya ini ia kerap mendapat tantangan dari Ulama Sunni. Pertentangan
ideologi muncul akibat penerapan faham Syiah ini. Syah Ismail tidak segan
segan menerapkan faham ini dengan tindakan kekerasan. Di Baghdad dan Herat,
misalnya, Syah Ismail membunuh secara kejam para Ulama’ dan sastrawan Sunni yang
menolak ideologi Syiah. Akibatnya hingga beberapa dekade kemudian para
penganut Sunni di Kurasan, misalnya, harus menyembunyikan identitas Sunni
mereka atau mempraktekkan tradisi Sunninya secara sembunyi-sembunyi.
Rasa permusuhan dengan
Kekhalifahan Usmani/Ottoman yang bermazhab Sunni terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan
besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I
(1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M).
Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di
karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat,
juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar