Orang shaleh = Ahli sedekah.

Selasa, 30 April 2013

Safawi


Safawi/Safawiyah (Safavid) pada mulanya merupakan organisasi tarekat yang rutin mengadakan majelis-majelis keagamaan. Ketua tarekat Safawi yang pertama kali memimpin sekaligus merupakan pendiri organisasi ini adalah Syech Safuyudin Ishaq (1252-1334) seorang guru agama yang lahir dari sebuah keluarga Kurdi di Iran Utara. Beliau merupakan murid seorang imam Sufi yaitu Syech Zahed Gilani (1216–1301), dari Lahijan.

Organisasi Safawi didirikan di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan namun kemudian berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Organisasi ini berkembang dan membentuk cabang-cabang di daerah-daerah lain di luar Ardabil dimana untuk cabang-cabang tersebut Syech Safuyudin Ishaq menunjuk ketua-ketua cabang yang diberi gelar khalifah untuk memimpin murid-murid/anggota-anggota di daerahnya masing-masing.

Murid-murid/anggota-anggota tarekat Safawi merupakan orang-orang yang fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah. Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjadikan mazhab Syi’ah sebagai mazhab resmi negara. Karena itu, lama kelamaan organisasi Safawiyah berkembang dari sekadar organisasi tarekat menjadi organisasi/partai politik pada masa kepemimpinan Syah Junaid dan memiliki divisi militer/laskar (angkatan bersenjata) sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan dan memperluas kekuasaan.

Pada masa kepemimpinan Syah Ismail, organisasi Safawiyah memiliki organisasi tentara yang diberi nama Qizilbash (baret merah).

Safawiyah pada mulanya merupakan organisasi tarekat lalu berkembang menjadi gerakan/partai politik sambil tetap rutin mengadakan majelis-majelis keagamaan, kemudian menjadi penguasa/pemerintah setelah tentara Qizilbash milik organisasi Safawiyah yang dipimpin oleh Syah Ismail berhasil menduduki kota Tabriz. Selanjutnya Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja (dikenal sebagai Ismail I) sekaligus menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai sang Imam tersembunyi (sesuai dengan keyakinan Syiah), sebagai reinkarnasi dari Ali bin Abi Thalib (yang diklaim sebagai Imam pertama Syiah), dan sebagai simbol wujud ketuhanan. Ismail juga mengklaim sebagai keturunan dari Imam ketujuh Syiah.

Syah Ismail memberlakukan mazhab Syiah sebagai madzhab resmi negara. Untuk menerapkan keinginannya ini ia kerap mendapat tantangan dari Ulama Sunni. Pertentangan ideologi muncul akibat penerapan faham Syiah ini. Syah Ismail tidak segan segan menerapkan faham ini dengan tindakan kekerasan. Di Baghdad dan Herat, misalnya, Syah Ismail membunuh secara kejam para Ulama’ dan sastrawan Sunni yang menolak ideologi Syiah. Akibatnya hingga  beberapa dekade kemudian para penganut Sunni di Kurasan, misalnya, harus menyembunyikan identitas Sunni mereka atau mempraktekkan tradisi Sunninya secara sembunyi-sembunyi.

Rasa permusuhan dengan Kekhalifahan Usmani/Ottoman yang bermazhab Sunni terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Safawi sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar